Rabu, 19 Mei 2010

Tidurmu, Kepribadianmu




Bagaimana posisi Anda saat tidur? Sebuah survey dari Inggris menyelidiki 1000 orang dan menunjukkan adanya hubungan antara gaya tidur dengan kepribadian seseorang. Jadi, apa gaya Anda?

Gaya meringkuk
Ini adalah posisi paling umum terutama di antara para wanita. Mereka yang tidur dengan posisi ini dikenal berkepribadian tangguh tapi tetap peka terhadap sekitar. Mereka mungkin terlihat pemalu tapi mudah akrab.

Gaya menyamping
Jika Anda tidur menyamping dengan kedua tangan di samping tubuh, Anda adalah orang yang pandai bergaul, mudah mempercayai orang, bahkan kadang mudah ditipu. Sekitar 15% orang tidur dengan gaya ini.

Gaya peminta
Sepertiga orang tidur menyamping dengan kedua tangan diletakkan di depan tubuh. Mereka dikenal berpikiran terbuka namun agak sinis, pencuriga dan keras kepala dalam pengambilan keputusan.

Gaya prajurit
Orang yang tidur dengan gaya ini tidur terlentang dengan lengan rapat disamping tubuh. Mereka disebut bersifat pendiam, tertutup, dan menetapkan standard tinggi untuk diri dan rekan. Mereka juga lebih sering mendengkur, yang membuat mereka mendapat tidur berkualitas lebih sedikit.

Gaya terjun bebas
Sebagian kecil orang tidur tengkurap, dengan bagian perut dibawah dan lengan di bawah atau memeluk bantal. Sedangkan kepala akan menghadap ke salah satu sisi. Orang dengan posisi tidur ini dikenal blak-blakan, supel, dan tidak suka dikritik.

Gaya bintang laut
Jenis gaya tidur yang terakhir adalah terlentang, dengan tangan di dekat kepala. Mereka dengan gaya tidur ini biasanya adalah pendengar yang baik, suka menolong dan tidak nyaman menjadi pusat perhatian. Mereka juga sering mendengkur dan kurang mendapat tidur berkualitas.

sumber: Yahoo

KRITIK YANG MEMBANGUN




Kritik….
Di kritik itu rasanya Nggaaaak Enaaak!!!
Bayangkan….Kelemahan, kejelekan atau kekurangan diri kita di ungkapkan oleh orang lain dengan gamblang-nya bahkan terkadang dengan pedas dan ketus. Bagaimana tidak ‘sakit’ dan malu rasanya. Apalagi jika yang mengkritik kita adalah seorang yang ‘dibawah’ kita. Suami dikritik istri, dosen dikritik mahasiswa, orang tua dikritik anak-anaknya, pasti rasanya seperti tersinggung dan dalam hati berkata; “siapa sih lo?!”
Kemarin baru saja aku merasakan rasanya dikritik tajam oleh rekan saya. Rasanya seperti dilempar batu bata! …Kaget dan sakit pastinya.

Tetapi satu hal yang mau saya pelajari: Setiap ada ‘Batu bata kritikan’ yang dilemparkan kepadaku…. harus ku terima. Lalu ku susun dengan rapih, ku rekatkan dengan ‘semen pembenahan diri’. Terus ku susun, susun dan susun lagi bata-bata itu. Akhirnya bisa berdiri ‘bangunan kesuksesan’ yang kuat dan kokoh.
Aku rasa benar sebuah istilah: “kritik yang membangun”.


Kritikan adalah evaluasi kita untuk jadi lebih baik kedepannya. Kita harus terima, bahkan harus berterima kasih atas kritik-kritik kritis itu!
Kadang kita lebih memilih untuk mengelak dari lemparan ‘bata kritikan itu’ atau lebih memilih untuk melempar balik ‘bata kritik’ itu kepada kritikus-kritikus kita, sambil berkata puas “Emang Enak..!!!”. Dan akhirnya terjadilah suatu tragedi ‘Lempar kritik’ tiada henti.

Kritik itu membangun! Jadikan sebagai pondasi kesuksesan kita.

BERSYUKUR DAN BERKARYA



Seorang Hellen Keller, gadis Tuna Netra dan juga tuna rungu sejak lahirnya. Apa yang bisa dia lakukan dalam hidupnya? Tidak bisa melihat, mendengar dan juga berbicara.

Hellen Keller memang tidak punya mata yang normal, tidak memiliki pendengaran yang baik, juga tidak dapat berkata-kata dengan normal. Tetapi dia memiliki semangat dan kesungguhan yang luar biasa. Dia adalah wanita cacat pertama yang mendapat gelar sarjana, bahkan berhasil meraih gelar sarjana dengan predikat ‘magna cum laude’.

“Sudah terlalu banyak yang saya peroleh dalam hidup ini, saya tidak mau menghabiskan waktu saya untuk menyesali apa yang tidak saya miliki”. (Hellen Keller)

Aku sangat lebih beruntung dibanding seorang Hellen. Tuhan memberi fisik yang lengkap dan sehat, bahkan keluarga yang baik, semua amat baik. Lalu kenapa aku terlalu banyak mengeluhkan keadaan?

Aku mau belajar dari seorang Hellen; Bersyukur, Memaknai hidup, Semangat, Bersungguh-sungguh dan Berkarya.

Pahami Anak "Down Syndrome"




HATI ibu mana yang tidak merasa teriris ketika mendengar dokter yang membantu kelahiran anaknya mengatakan bahwa sang anak mengalami keterbelakangan mental. Itulah yang dialami Noni F Wiryanto (39), 13 tahun lalu, saat melahirkan Zeina Nabila.

SEUSAI melahirkan, Noni tidak tahu betul apa yang sebenarnya diderita oleh Zeina. Ia hanya diberi tahu jika Zeina mengalami down syndrome, keterbelakangan mental. Tidak ada informasi yang jelas untuknya. Saat Zeina berusia dua bulan, Noni datang ke dokter anak dan tidak mendapatkan penjelasan berarti hingga ia bertemu dengan dokter anak di RS Harapan Kita, Jakarta.

Menurut Noni, sangat repot memiliki anak seperti Zeina, terutama bagaimana menghadapi lingkungan terdekat mereka, seperti keluarga dan masyarakat di sekitar. Masih banyak masyarakat yang tidak mengerti apa itu down syndrome dan cenderung tidak menerima dengan baik anak-anak dengan down syndrome.
"Saya pernah mengajak Zeina main mandi bola di mal besar. Lalu datang ibu-ibu dengan anak-anaknya, dan ibu-ibu berteriak kepada anak-anaknya supaya jangan dekat-dekat Zeina karena Zeina dianggapnya gila. Padahal Zeina sedang melempar-lempar bola dengan gembira. Saya trenyuh mendengar itu. Padahal, kalau di luar negeri, orang dapat menerima anak-anak down syndrome ini," keluh Noni.

Belum lagi ada tudingan bahwa anak yang lahir dengan cacat mental dikaitkan dengan faktor keturunan karena orangtuanya dulu berkelakuan tidak baik, dan saat lahir anaknya baru kena getahnya. Itu sangat berbeda dengan pandangan masyarakat Barat.

"Bu Titi yang tinggal di kampung di Bekasi yang anaknya juga kena down syndrome, kalau anaknya jalan di gang, akan diteriaki anak-anak kampung: bego..bego...! Benar-benar menyedihkan. Bu Titi sampai harus memberi pengertian kepada orang di kampungnya apa itu down syndrome," kata Noni.
Memiliki anak yang menderita down syndrome memang harus sabar dan tabah. Selain itu juga membutuhkan dana besar untuk terapi mereka setiap dua kali seminggu. Sekali terapi harus mengeluarkan dana Rp 25.000. Namun, orangtua yang memiliki anak down syndrome janganlah putus asa karena bukan berarti anak-anak itu tidak bisa berprestasi. Ratu Anisah (8) misalnya, bulan Februari 2004 lalu menjadi juara dunia melukis di Itali.

PADA seminar hari Sabtu (12/6) yang diselenggarakan oleh Yayasan Persatuan Orangtua Anak dengan "Down Syndrome" (POTADS), dr R Anna Thandrajani SpA dari RS Harapan Kita mengatakan, down syndrome adalah suatu kelainan kromosom pada kromosom 21, di mana terjadi penambahan jumlah kromosom.
Kromosom manusia ada 22 pasang. Pada mereka yang terkena down syndrome, kromosom yang ke-21 ada tambahan kromosom, atau perpindahan kromosom dari tempat lain, sehingga menjadi kromosom 21 plus yang kita kenal trisomi 21.

Akibat adanya penambahan kromosom, maka akan terjadi gangguan pada anak. Biasanya gangguan itu pada syaraf, tulang, kulit, jantung, dan fungsi pencernaan. Pasien down syndrome ini mempunyai wajah yang khas, misalnya karena ada gangguan pada pertumbuhan tulang maka tulang dahinya lebih datar, jembatan mata lebih datar, mata kiri dan mata kanan agak berjauhan, posisi daun telinganya lebih rendah. Yang jelas, wajahnya sangat spesifik mongolism dan mengalami retardasi mental.

Penyebab down syndrome tidak diketahui secara pasti, namun biasanya anak-anak down syndrome dilahirkan oleh ibu- ibu yang berusia lebih dari 40 tahun. Sekarang ini, dari data statistik, kemungkinan anak terkena down syndrome 1:1.100 dari kelahiran hidup. Ini populasi normal.

"Kita tidak mengetahui secara pasti penyebab down syndrome ini. Bisa saja terjadi pada ibu-ibu yang sudah tua usianya karena faktor hormonalnya sudah terganggu. Tapi, ini tidak selalu karena ada juga ibu-ibu yang muda berusia 20 tahunan yang melahirkan anak-anak down syndrome. Kita juga tidak pernah tahu kenapa ada kromosom yang loncat atau pindah, atau ada yang nambah di situ," kata Anna.

Salah satu cara agar tidak lahir anak-anak down syndrome adalah menghindari kehamilan usia tua. Dulu, 1:700 kelahiran hidup anak terkena down syndrome, sekarang 1:1.100. Itu karena adanya tingkat dan pengetahuan yang lebih tinggi sehingga kasus down syndrome kian jarang.

Anak-anak yang terkena down syndrome sejak lahir sudah dapat diketahui dari wajahnya. Anak-anak down syndrome pada umumnya perkembangannya lebih lambat dari anak-anak normal. Yang jelas IQ mereka di bawah normal, 80-100. Pada anak-anak normal IQ-nya 90-105. Orangtua anak down syndrome bisa mengakses website www.potads.com

UNTUK membantu perkembangan anak down syndrome perlu dilakukan perangsangan visual, pendengaran, dan motorik. Menurut dr Tri Gunadi dari RS Fatmawati Jakarta, brain gym bisa diterapkan untuk anak down syndrome. Tujuan brain gym adalah untuk stimulasi dan relaksasi.

Brain gym merupakan nama serangkaian latihan gerak sederhana untuk memudahkan kegiatan belajar. Suatu rangkaian kegiatan yang cepat, menarik, dan dapat meningkatkan semangat saat beraktivitas. Latihan ini sangat membantu dalam hal belajar di sekolah dan dalam tuntutan penyesuaian kegiatan sehari-hari.

Latihan-latihan ini adalah inti dari "Educational-Kinesiology". Pada brain gym akan diajarkan kegiatan yang berhubungan dengan keseimbangan agar penerapannya menjadi lebih sederhana, mudah, dan dapat dilakukan secara individu. Brain gym membantu anak untuk dapat memanfaatkan seluruh potensi belajar alamiah melalui gerakan dan sentuhan- sentuhan.M (LOK/Kom/IM)

http://www.indonesiamedia.com/2004/09/early/kesehatan/kesehatan-0904-syndrome.htm

Fakta tentang DownSindrome

DownSyndrome (DS) merupakan suatu bentuk kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Menurut peneliatian, DS menimpa satu diantara 700 kelahiran hidup. Di Indonesia sendiri terdapat 300.000 kasus DS. Normalnya, tubuh manusia memiliki miliaran sel yang memiliki pusat informasi genetic kromosom. Sebagian besar sel tubuh manusia mengandung 23 pasang kromosom (total 46 kromosom). Hanya sel reproduksi, yaitu sperma dan ovum yang masing-masing memiliki 23 kromosom tanpa pasangan. Dalam kasus DS, kromosom nomor 21 jumlahnya tidak sepasang seperti pada umumnya, melainkan 3. Bahasa medisnya, trisomi-21. Jumlah kromosom yang tidak normal tersebut bias ditemukan di seluruh sel ( pada 92% kasus) atau disebagian sel tubuh. Akibat jumlah kromosom 21 yang berlebihan tersebut, terjadi guncangan system metabolisme di sel yang berakibat munculnya DS. Dari hasil penelitian, 88% kromosom 21 tambahan tersebut berasal dari ibu, akibat kesalahan pada proses pembentukan ovum. 8% lagi berasal dari ayah, dan 2% akibat penyimpangan pembelahan sel setelah pembuahan. Dari hasil penelitian tersebut pula, DS yang diturunkan dari orang tua hanya 5% dari keseluruhan kasus. Kesalahan penggandaan kromosom 21 tersebut juga bukan karena penyimpangan prilaku orang tua ataupun pengaruh pencemaran lingkungan.

http://www.sayapibujakarta.org/eng/articles.php?aid=30

Anak-anak Downsyndrome Jangan sembunyikan mereka ….

Kalau bepergian, saya biasanya membawa Zeina. Saya biasakan ia bersosialisasi dengan banyak orang. Bagi saya, yang utama membangun kepercayaan dirinya. Memang masyarakat sering melihat kami seperti menyelidik. Sikap mereka menunjukkan bahwa mereka sangat tidak mengerti tentang keterbelakangan mental. Misalnya kami sedang mandi bola, mereka bilang jangan mendekat, anak itu gila. Kalau kami ke tempat permainan atau bioskop, banyak anak yang memperhatikan. Zeina pun bertanya pada saya, kok mereka memperhatikan dia terus. Saya katakana itu karena Zeina cantik, karena Zeina down syndrome. Ia Tanya kembali, down syndrome itu apa. Saya katakana down syndrome itu tidak sama dengan anak biasa. Saya jelaskan secara mudah dan tidak menjatuhkan mentalnya. Setelah itu, kalau ada anak bertanya, “Kamu kenapa?” Zeina akan menjawab dengan santai, bahwa dia down syndrome. Kalau kami berbelanja di supermarket, banyak yang jelas-jelas menatap Zeina, ada juga yang yang diam-diam hanya dengan sudut matanya saja. Tapi ada yang mengikuti kemanapun kami pergi di areal supermarket itu. Mereka heran karena Zeina bias mengobrol dengan saya secara baik.

http://www.sayapibujakarta.org/eng/articles.php?aid=30

Anak Penderita Autis Di Indonesia Kira-Kira Berapa Yaa..??

Di Indonesia, diperkirakan lebih dari 400.000 anak menyandang autisme. Sedangkan di dunia, pada 1987, prevalensi penyandang autisme diperkirakan 1 berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh tahun kemudian, angka itu berubah menjadi 1 anak penyandang autisme per 500 kelahiran. Pada tahun 2000, naik jadi 1:250.

Tahun lalu, jumlah anak autis bertambah banyak. Diperkirakan 1:100 kelahiran. Prevalensi penderita autisme kini lebih banyak ketimbang anak-anak penyandang sindroma down, yang ditandai dengan muka Mongoloid.

Temuan Scherer menyingkirkan dugaan-dugaan penyebab autisme yang selama ini mendominasi. Ada yang bilang, autisme merupakan dampak buruk merkuri. Bahkan sejumlah vaksin dan obat-obatan pernah disebut-sebut sebagai penyebab autisme.

Teori itu tidak mengada-ada, karena kadar merkuri dalam darah penyandang autisme cukup tinggi. Bahkan sebuah penelitian menemukan, kadar merkuri pada rambut anak autis cukup tinggi. Ada peneliti yang mementahkan teori itu, tapi banyak yang mengiyakan.

Dugaan lain, autisme disebabkan oleh faktor pemberian nutrisi sewaktu bayi masih di dalam kandungan. Makanan yang mengandung bahan pengawet yang dikonsumsi ibu hamil berpengaruh terhadap pertumbuhan janin.

"Makanan yang mengandung bahan pengawet, seperti makanan cepat saji, sangat buruk bagi pertumbuhan janin. Makanan laut yang tercemar merkuri juga berbahaya bagi janin," kata Dokter Nining Febriana kepada Ari Sulistyo dari Gatra.

Selain makanan instan, ditemukan banyak unsur kasein dan gluterin pada tubuh pasien autisme. Kasein banyak terdapat pada susu sapi, sedangkan gluterin pada terigu. Maka, penyandang autisme dilarang mengonsumsi susu sapi dan makanan yang terbuat dari tepung terigu.

"Jika itu dipatuhi, jumlah anak autis berangsur-angsur bisa berkurang," ujar Nining. Menanggapi temuan Scherer, Nining mengatakan bahwa faktor genetik dulu memang menjadi dugaan. Segala kemungkinan faktor penyebab autisme masih bisa muncul, termasuk faktor genetik.

Dokter Tjin Wiguna, psikiater anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, juga mengamini soal peran kelainan genetik. Ada kemungkinan, keluarga yang punya anak autis akan memiliki anak lagi yang kena penyakit yang sama. "Risikonya 3% lebih tinggi ketimbang dari keluarga normal," katanya. Namun belum dapat digeneralisasi bahwa semua kasus anak autis terjadi karena kelainan gen.

Sumber: Aries Kelana dan Elmy Diah Larasati
[Kesehatan, Gatra edisi 16 Beredar Kamis, 1 Maret 2007]
http://www.gatra.com/artikel.php?id=102873

Kromosom Abnormal Penyebab Autisme

Si kecil Ludin suka bermain sendirian sejak berumur dua tahun. Ia sering marah dan gusar bila ditemani bermain. Awalnya, ibunda Ludin, Nyonya Imroatus, menganggap putranya tak punya kelainan. Ia menyangka, putranya cuma ogah ditemani.

Tetapi, setelah Ludin berumur tiga tahun, kebiasaan itu tak kunjung berubah. Bocah ini malah cenderung cuek terhadap lingkungannya. Ludin tak mau menyahut bila dipanggil. Ia ogah berkomunikasi dengan siapa pun. Bocah ini cenderung asyik dengan dirinya sendiri.

Nyonya Imroatus mengkhawatirkan perkembangan putra semata wayangnya. Ia lantas membawa si kecil ke ahli psikiatri. Hasil analisis psikiater, Ludin mengalami autisme. Nyonya Imroatus kaget bukan kepalang setelah mengetahui kondisi putranya, mengingat selama ini anak autisme tergolong sulit ditangani.

Nyonya Imroatus tak patah arang. Demi masa depan putranya, apa pun dia lakukan. Kini Nyonya Imroatus rajin membawa si buah hati berobat dan berkonsultasi dengan dokter ahli di Rumah Sakit Soetomo, Surabaya.

Selama tiga bulan terakhir ini, Ludin menjalani terapi di rumah sakit itu. Perkembangannya lumayan pesat. Ludin mulai mau mengucapkan sejumlah kosakata sederhana: "bapak", "ibu", dan "makan". Nyonya Imroatus tak habis pikir, mengapa anaknya menderita autisme.

Padahal, di lingkungan keluarganya tak satu pun yang menderita autisme. Baik keluarga dari pihak ayah atau ibu Nyonya Imroatus maupun keluarga suaminya. Karena itulah, ia kaget setelah membaca berita bahwa autisme bersifat genetik. "Yang dialami anak saya itu yang pertama di keluarga kami," kata Nyonya Imroatus.

Kaitan genetik dengan autisme muncul dari pernyataan Steven Scherer, peneliti di Universitas Toronto, Kanada. Ia bersama para ilmuwan dari sejumlah negara melakukan penelitian tentang autisme yang didanai Autism Genome Project Cabang Kanada. Scherer bersama para ilmuwan dari sembilan negara mengumpulkan gen dari 1.168 keluarga.

Tiap-tiap keluarga itu memiliki minimal dua anak autis. Scherer memeriksa kromosom X yang berjumlah 23. Ternyata, pada masing-masing kromosom ada beberapa gen yang abnormal. Dari situlah ia berkesimpulan bahwa autisme bersifat genetik. Dan pada kromosom nomor 11 itulah yang paling menonjol kelainannya.

"Fakta ini menunjukkan bahwa 90% penyebab autisme adalah gen," kata Scherer, seperti dikutip ABCnews.com, Senin pekan silam. Ia menyatakan bahwa studi itu belum kelar. Kemungkinan Scherer bisa merampungkan penelitiannya ini paling singkat tiga tahun lagi.

Lewat penelitian itu, Scherer berharap, nanti bisa diketahui berapa banyak gen abnormal yang terlibat dan punya keterkaitan di antara gen-gen. "Jika hal itu sudah diketahui, kemungkinan akan dapat dibuat obatnya," kata Scherer.

Dokter Bridget Fernandez, selaku Ketua Autism Genome Project, memperkuat temuan Scherer. Menurut dia, autisme --seperti juga asma-- berkaitan dengan faktor keturunan. Ia yakin, faktor gen berperan, meski autisme tidak akan muncul dalam satu jenjang keturunan. Artinya, autisme bisa tak diturunkan dari orangtua, melainkan bisa juga melalui garis dari buyut.

Temuan Scherer tentu saja membuka harapan penyembuhan autisme. Sebab jumlah penyandang autisme kian hari kian bertambah. Dokter Nining Febriana, psikiater anak yang bekerja di Rumah Sakit Dokter Soetomo, mengungkapkan bahwa jumlah anak autis cenderung bertambah, Dalam sebulan, ia rata-rata menerima lima pasien baru yang menderita autisme.

Anak autis yang ditangani Dokter Nining dalam sepekan mencapai 40 anak. "Makin hari makin banyak. Mungkin para orangtua mulai sadar," kata Nining. Makin bertambahnya kasus anak autis juga terlihat dari bermunculannya sekolah-sekolah khusus penyandang autisme.

Di Jakarta Selatan ada sekolah Mandiga. Lalu di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, telah berdiri Indonesia Centre for Autism Resource and Expertise (Indocare). Indocare akan menjadi pusat percontohan bagi pengembangan sumber daya dan pelatihan khusus untuk anak yang mengalami gangguan spektrum autisme.

Sumber: Aries Kelana dan Elmy Diah Larasati
[Kesehatan, Gatra edisi 16 Beredar Kamis, 1 Maret 2007]

http://www.gatra.com/artikel.php?id=102873

Terapi Jangka Panjang

Pemberian terapi psikofarmakologi harus terus diberikan sepanjang gejala masih ada dan menyebabkan gangguan. Mengingat terapi digunakan dalam waktu yang cukup panjang, maka pasien dengan ADHD harus melakukan follow up yang teratur untuk evaluasi pengobatan. Evaluasi ini berguna untuk memastikan apakah obat yang diberikan masih efektif, menentukan dosis optimal, dan meyakinkan efek samping yang timbul tidak signifikan secara klinik.

Jika tak satupun dari terapi psikofarmakologi yang memberikan efek memuaskan pada pasien dengan ADHD, maka klinisi harus melakukan review diagnosis secara seksama. Setelah itu mempertimbangkan pemberian terapi perilaku di samping memberi terapi obat alternatif lain. Jika pasien ADHD memperlihatkan respon yang baik terhadap terapi psikofarmakologi dengan memperlihatkan fungsi normal pada akademik, keluarga, fungsi sosial, maka pemberian terapi psikofarmakologi tunggal saja sudah cukup.
Hal yang sangat perlu ditekankan dalam pemberian psikofarmakologi adalah monitoring efek samping. Pasalnya, sebagian besar terapi berlangsung untuk jangka waktu lama.

Adapun efek samping yang bisa ditimbulkan akibat penggunaan stimulan adalah penurunan nafsu makan, kehilangan berat badan, insomnia, sakit kepala sebagian besar, tics, dan terkadang kelabilan emosis. Sementara TCA biasanya bisa menimbulkan mulut kering, sedasi, konstipasi, pandangan blur atau kabur, dan takikardi (gejala antikolinergik). Sedangkan antagonis alfa bisa menyebabkan sedasi, pusing, hipotensi, penghentian mendadak bisa menimbulkan rebound hypertension yang berbahaya, depresi sekitar 5%, hiperglikemi, terjaga pada malam hari, mimpi buruk, dan teror di malam hari.

Sumber: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=86
Penulis: Arnita…Maret 2006

Terapi Kombinasi Terbaik

Tatalaksana ADHD bisa ditempuh dengan tiga cara, yakni terapi psikofarmakologi, terapi perilaku, dan terapi kombinasi. Sebuah studi dengan Multimodal Treatment of ADHD (MTA) menemukan bahwa pengobatan yang paling efektif untuk ADHD adalah tipe kombinasi. Yakni dengan pemberian psikofarmakologi dibarengi dengan terapi perilaku.
Sebenarnya, untuk jangka waktu lama pada terapi psikofarmakologi telah berkembang suatu kontroversi besar. Yaitu penggunaan stimulan untuk mengatasi gejala inti ADHD. Beberapa pakar menentang penggunaan stimulan karena khawatir bisa menimbulkan efek ketagihan (abuse). Namun beberapa studi belakangan malah menunjukkan hal yang berbeda. Selain bisa mengatasi gejala inti ADHD dan menetralkan overaktivitas emosi, ternyata stimulan cukup aman digunakan jika tetap dimonitor. Akhirnya stimulan banyak diresepkan.

Saat ini tersedia beberapa jenis stimulan. Misalnya saja, methylphenidate (MPH) dengan lama kerja singkat, sedang, dan panjang serta dextroamphetamine dengan masa kerja panjang. Dua formulasi yang paling mutakhir adalah campuran garam amphetamine (75% dextroamphetamine dan 25% levoamphetamine). Pemoline, suatu stimulan dengan masa kerja panjang, sekarang sudah jarang digunakan karena efek hepatoksisitas fatal (meskipun jarang).

Pemberian stimulan berespon pada 50-75% kasus. Dan stimulan yang banyak diresepkan dan paling popular adalah MPH. MPH diberikan dalam tiga dosis: rendah 15mg/hari atau 0,3mg/kg/hari, sedang 16-34mg/hari atau 0,5mg/kg/hari, dan tinggi >34mg/hari atau 1mg/kg/hari. Dosis maksimum MPH adalah 60mg/hari. MPH tidak boleh digunakan untuk anak usia di bawah 6 tahun.

Studi terbaru menemukan bahwa ada obat lain yang bisa digunakan untuk ADHD di samping stimulan. Yakni antidepresan trisiklik (imipramin, desipramin), bupropion, dan agonis alfa adrenergik (klonidin). Imipramin diberikan dengan dosis 1mg/kg/hari (maksimum < 4mg/kg atau 200mg). Untuk berat badan kurang dari 50 kg, dosis bupropion adalah 3-6mg/kg/hari (150mg – 300mg/hari).

Sumber: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=86
Penulis: Arnita…Maret 2006

Penyakit Genetik



Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan bisa menyebabkan terjadinya ADHD. Di antaranya adalah defisit dari fungsi semisal respon inhibisi, kewaspadaan, dan kerja memori. Berdasarkan hasil studi Twins, diperkirakan 60-94% ADHD diperoleh dari keturunan. Hal ini dibuktikan melalui studi genome scan yang menemukan bahwa penanda (marker) pada kromosom 4,5,6,8,11,16,17 dan DRD4, merupakan kandidat gen untuk ADHD. Sementara faktor non genetik yang bisa menyebabkan ADHD adalah perinatal stres, BBLR, cedera otak, dan merokok selama hamil.

Untuk menegakkan diagnosa ADHD seorang klinisi harus mempelajari riwayat pasien, mencari informasi dari sekolah, melakukan wawancara diagnostik, dan membuat rating scales. Adapun kriteria diagnosa yang digunakan bervariasi. Belum ada standar atau kriteria yang sama untuk ADHD. Namun yang paling banyak digunakan adalah kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV). DSM-IV mendefinisikan 3 subtipe ADHD, yakni kombinasi, predominan inatensi, dan predominan hiperaktif/impulsif. Pengelompokkan ini didasarkan pada pola gejala yang muncul dalam 6 bulan sebelumnya.

Sumber: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=86
Penulis: Arnita…Maret 2006

Kontroversi Seputar Terapi ADHD

Psikofarmakologi Pediatri

SIMPOSIA - Edisi Maret 2006 (Vol.5 No.8)

Keraguan tentang perlunya pengobatan medis untuk ADHD kini sudah berhasli ditepis. Studi MTA menunjukkan, kombinasi terapi psikofarmakologi dan prilaku memberi efek lebih baik.

Sejak diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Heinrich Hoffman pada 1845, attention deficit hiperactivity disorder (ADHD) kerap mengundang kontroversi di kalangan medis. Dulu, ADHD belum diakui secara resmi sebagai suatu penyakit atau gangguan. Hingga menjelang 1902, Sir George F. Still mempublikasikan satu seri karya yang menjelaskan ADHD secara ilmiah. Dia menerbitkan panduan untuk mahasiswa kedokteran di Royal College of Physicians, Inggris yang menggambarkan suatu grup anak impulsif dengan gangguan prilaku yang bermakna. Menurutnya, ADHD disebabkan oleh disfungsi genetik dan bukan oleh keterbelakangan seorang anak. Sejak itu, banyak paper ilmiah yang dipublikasikan hingga akhirnya ADHD resmi dinyatakan sebagai suatu penyakit .
Kontroversi tak berhenti hanya sampai di situ. Perdebatan pun terus bergulir. Mulai dari kriteria diagnosis, aspek penilaian dan pemilihan serta efektivitas dari pengobatan ADHD. Terakhir juga berkembang kontroversi, apakah penggunaan obat perlu diteruskan hingga dewasa atau tidak?

Kondisi demikian membuat ADHD menjadi "primadona." Apalagi kasus ADHD cukup banyak dijumpai. Diperkirakan 2-3% anak di dunia mengalami ADHD. Di Amerika Serikat, ADHD menimpa sekitar 2 juta anak. Ini berarti dalam suatu kelas dengan 25-30 murid, setidaknya ditemukan seorang anak yang mengalami ADHD. Sementara di Jakarta, prevalensinya sekitar 26,2% (dengan kisaran usia 6-13 tahun). Biasanya, anak laki-laki lebih sering mengalami ADHD ketimbang anak perempuan (interval perbandingan 2,5:1 dan 5:1).

DR.Dr.Dwijo Saputro, SpKJ, pada pertemuan nasional Indonesian Society for Biological Psychiatry, Pharmacological, and Sleep Medicine yang berlangsung di Twin Plaza Hotel, Jakarta, 24-25 Januari 2006 lalu mengatakan, ada tiga karakter utama pasien ADHD. Yaitu inatensi, hiperaktivitas, dan impulsif. Tanda atau ciri tersebut akan mudah dikenali serta tampak nyata pada usia prasekolah dan awal sekolah (7 tahun).
Menurut pria yang aktif di klinik pengembangan anak dan kesulitan belajar Smart-Kid yang beralamat di arteri Pondok Indah ini, seorang anak dengan ADHD susah untuk mengontrolperilakunya atau berkonsentrasi dengan satu hal. ADHD bukanlah suatu gangguan belajar namun gangguan hambatan prilaku.

Sumber: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=86
Penulis: Arnita…Maret 2006

Selasa, 11 Mei 2010

Wanita Kawin Tua bahaya lho..

Kemungkinan seorang wanita berusia 40-nya melahirkan bayi dengan Sindrom Down adalah 16 kali lebih tinggi daripada jika ia adalah 25.

Jumlah perempuan pada anak-anak 40-an mereka memiliki hampir dua kali lipat dalam satu dekade.

Angka resmi pada tahun 2005 menunjukkan 22.200 Kelahiran untuk wanita lebih dari 40, naik dari 11.300 sepuluh tahun sebelumnya.

Dokter mengklaim banyak wanita tidak sepenuhnya memahami risiko bayi memiliki akhir dalam kehidupan, dengan kemungkinan memiliki anak Down 16 kali lebih tinggi bagi wanita dari 40 dari 25 tahun.


Sumber: http://www.dailymail.co.uk/health/article-1223228/

Bagaimana Dewasa Defisit Disorder Perhatian Diobati?


Atomoxetine (Strattera)
. Atomoxetine (Strattera adalah obat pertama yang disetujui untuk orang dewasa dengan ADHD. Ini adalah non-stimulan. Dalam dua baik dilakukan 2.003 penelitian, atomoxetine signifikan mengurangi gejala kekurangan perhatian, hiperaktif, dan impulsif pada pasien dewasa. Efek samping umumnya ringan. Namun, beberapa kasus cedera hati atomoxetine terkait telah dilaporkan. Akibatnya, FDA telah memperingatkan bahwa obat dokter harus dihentikan pada tanda pertama penyakit kuning atau masalah hati, dan telah meminta produsen untuk menyertakan peringatan pada label. Meskipun atomoxetine dapat meningkatkan risiko berpikir bunuh diri pada anak-anak dan remaja, itu tampaknya tidak menimbulkan risiko untuk orang dewasa.

Antidepressants. Tertentu antidepresan, seperti bupropion (Wellbutrin) dan venlafaxine (Effexor), mungkin berguna untuk orang dewasa dengan ADHD. Bupropion dapat menjadi pilihan yang sangat baik untuk orang dewasa ADHD tertentu, termasuk mereka yang juga mengalami gangguan bipolar atau riwayat penyalahgunaan zat. antidepresan trisiklik, seperti desipramine, mungkin juga akan sangat efektif, terutama pada orang dewasa dengan baik ADHD dan depresi.

Psychostimulants. Standar psychostimulants methylphenidate (Ritalin) dan Adderall, juga efektif pada orang dewasa. Yang lebih baru, bentuk lagi bertindak dari methylphenidate (Konser, Ritalin-LA, Metadate CD) dan Adderall (Adderall XR) dapat menawarkan keuntungan lebih lanjut.

Penggantian Nikotin. Nikotin meningkatkan gejala ADHD dan tampaknya memiliki efek di otak yang mirip dengan perangsang. Walaupun temuan tersebut tentu harus tidak mendorong orang untuk merokok, beberapa studi yang berfokus pada manfaat terapi nikotin pada orang dewasa dengan ADHD.

Sumber:http://www.healthcentral.com/adhd/h/adhd-case-study.html

Orang dewasa dengan ADHD

Meskipun ADHD terutama dianggap sebagai gangguan masa kanak-kanak, diagnosis gangguan defisit perhatian pada orang dewasa ini sedang meningkat.Methylphenidate (Ritalin) telah ditentukan untuk hampir 800.000 orang dewasa di AS pada tahun 1997, hampir tiga kali lipat pada tahun 1992. Pada tahun 2005, para ahli memperkirakan bahwa ADHD mempengaruhi sekitar 4,1% dari orang dewasa usia 18-44 tahun pada tahun tertentu.

Sumber: http://www.healthcentral.com/adhd/h/adhd-case-study.html

Gender dan ADHD

ADHD paling sering didiagnosis pada anak laki-laki. Namun, ada beberapa bukti bahwa hal itu kurang terdiagnosis pada anak perempuan. Sampai saat ini, semua penelitian utama dilakukan dengan menggunakan anak laki-laki sebagai subjek. Penting studi pada perempuan dengan ADHD sedang berjalan. Sebuah studi besar melaporkan bahwa gadis-gadis dengan pengalaman beberapa kondisi kerusakan yang sama seperti anak laki-laki.

Sumber: http://www.healthcentral.com/adhd/h/adhd-case-study.html

The Diagnosis ADHD: Kasus Sulit

Ketika dokter mengalami kesulitan mendiagnosis ADHD, tes tertentu dan evaluasi sering menentukan apakah kondisi lain yang terlibat.
by Carl Sherman, Ph.D. oleh Sherman Carl, Ph.D.


Memahami Gejala, Diagnosa dan Pengobatan ADD ADHD di Dewasa dan Anak

40 persen sampai 50 persen dari anak-anak kita melihat seharusnya seperti ini evaluasi menyeluruh.
Ricardo Eiraldi, Ph.D., Rumah Sakit Anak Philadelphia

Apa yang terjadi ketika dokter mengalami kesulitan tiba di diagnosis definitif ADHD? Biasanya, langkah berikutnya adalah standar serangkaian tes dan evaluasi - bukan untuk mendiagnosis ADD untuk menentukan apakah kondisi seperti gangguan belajar atau masalah neurologis yang terlibat - bukan, atau di samping, ADD.

IQ rendah Bila gangguan belajar atau diduga, kecerdasan dan tes prestasi akademik biasanya disebut untuk. "Mungkin 40 persen sampai 50 persen dari anak-anak kita melihat seharusnya seperti ini evaluasi menyeluruh," kata psikolog Ricardo Eiraldi, Ph.D., dari Children's Hospital Philadelphia dan anggota dewan penasihat ilmiah Chadd.

Pengujian Neuropsikologi (baterai tes yang mengukur fungsi otak seperti memori, perhatian, keterampilan motorik halus, dan kemampuan pembuatan keputusan) diperlukan kurang sering - sekitar 5 persen dari waktu itu, Dr Eiraldi kata. "Biasanya untuk anak-anak dengan masalah neurologis mungkin - mereka telah tics parah atau riwayat kejang Jika tidak, itu berlebihan. Percobaan memerlukan waktu hingga delapan jam, dan itu mahal."

Neuropsych testing is more frequently used for adults with possible ADD Neuropsych pengujian lebih sering digunakan untuk orang dewasa dengan ADD mungkin. "Kami melakukannya dalam kasus ketidakpastian diagnostik," kata Lenard Adler, MD, direktur dewasa AD / HD program di New York University - seperti ketika orang dewasa tidak dapat mengingat apakah ia memiliki masalah serupa di masa kanak-kanak (suatu persyaratan untuk diagnosis). Sebuah perguruan tinggi mungkin memerlukan hasil tes sebelum memberikan akomodasi ADD. "Namun, kita tes hanya 15 persen dari orang dewasa yang datang ke program kami," kata Dr Adler.

Pengujian kinerja Continuous (CPT), seorang pendatang baru relatif terhadap evaluasi ADD, adalah sistem komputerisasi yang mengukur perhatian dan kontrol impuls. Selama pengujian, yang berlangsung sekitar 20 menit, pasien diminta untuk melakukan tugas dasar, seperti menekan tombol secepat mungkin setiap kali gambar tertentu muncul di layar (misalnya, sebuah "X" dalam suksesi cepat surat ).

CPT menambahkan informasi, tetapi "tidak terlalu berguna diagnosa," kata Dr Eiraldi. "Ini memberi terlalu banyak positif palsu dan negatif." Andrew Adesman, MD, kepala pediatri perkembangan dan perilaku di Schneider Children's Hospital, di Glen Oaks, New York, mengatakan CPT memberikan "sepotong tidak sempurna data yang harus dilihat dalam konteks gambar yang lebih luas."

Bahkan, dari sudut para ahli 'pandang, semua tes apapun dapat lakukan adalah menambahkan detil untuk gambar yang, setelah semua yang dikatakan dan dilakukan, mungkin masih belum jelas. "Orang tua sering berharap untuk tes objektif yang akan mengungkapkan apa yang salah," kata Dr Adesman. "Tapi kita tidak memiliki ukuran laboratorium yang memberi kita semacam kepastian diagnostik."

Sumber: http://www.additudemag.com/adhd/article/1674.html

Sejarah kasus berikut menggambarkan tiga orang dewasa dengan ADD yang telah dievaluasi oleh Dr Ratey.

TW adalah seorang pria, yang menarik anak muda cerdas yang bagaimanapun telah menghabiskan sebagian besar merasa hidupnya seperti kegagalan menyedihkan. seorang yang penuh akal ini menyadari ketika, sebagai seorang remaja, ia gagal keluar dari sejumlah sekolah persiapan dan pada usia delapan belas tahun adalah seorang veteran program 12-langkah ganda. Meski ia mencoba, ia tidak bisa mengambil minat dalam kelas-nya atau untuk menghadiri presentasi guru. Sebagai seorang dewasa muda ia menemukan hubungan interpersonal yang semakin bermasalah karena tuntutan mereka multidimensi. Baginya setiap saat listrik dan ia mudah menjadi kewalahan, lebih-lebih ketika berhadapan dengan orang lain. Dia tentunya memiliki kecenderungan untuk menyederhanakan orang lain ke dalam hitam dan putih, tak pernah melihat mereka sebagaimana adanya. Ketika dia mampu melihat sesuatu sampai selesai, hasil, selalu jatuh pendek dan harapan orang lain '; ini lebih lanjut mengurangi rasa percaya dirinya. Dia sepertinya tidak pernah mampu mengarahkan fokusnya atau energi dan berpikir ini karena malas.

TS adalah anak yang sulit untuk mengelola, sering impulsif dan tidak produktif di sekolah. Ibu TS yang akan pergi ke panjang besar untuk insinyur lingkungannya sehingga ia akan memiliki kesempatan lebih sedikit untuk bertindak keluar, tapi ini hanya memupuk kebencian tumbuh di atas upaya ibunya untuk "memaksanya menjadi beberapa jenis jamur". Masa remaja nya diisi dengan konstan rombongan anak laki-laki, sumber khawatir pada ibunya dan penyebab remaja gosip. Anak-anak digantikan di perguruan tinggi oleh suami dan tidak lama kemudian, seorang anak. Anak itu mengubah hidup TS itu, dia memberikan sebuah tujuan, misi, kekuatan memotivasi sekitar yang akhirnya dia bisa mengatur dirinya sendiri-sampai anak berangkat ke sekolah. Pada waktu itu hal-hal yang tampaknya berantakan. Dia menjadi terobsesi dengan fantasi bunuh diri. TS Selamat dari periode ini tetapi masih merasa tidak puas dengan dirinya sendiri, mengingat dirinya belum matang, lemari batas kepribadian, seseorang yang sangat membutuhkan intensitas dan siapa yang terus-menerus menyembunyikan keadaan internal kekacauan.

MF dibesarkan di sebuah keluarga miskin yang kasar, di bawah pemerintahan ayahnya, pindah cukup sering sehingga ia menghadiri kelas delapan belas sekolah yang berbeda. MF memang sangat buruk akademis dan sosial meskipun dia tidak hiperaktif. Dia memiliki kesulitan mengatur pikiran dan mengklaim bahwa konsep-konsep kognitif yang sangat sulit untuk dipahami. Dia sangat pendiam dan pemalu dan biasanya tidak menganjurkan untuk dirinya sendiri. Dia menggambarkan dirinya sebagai bunglon yang mencoba untuk menyesuaikan kentara dalam lingkungannya. Dia tinggal di kekacauan hidupnya, akan sangat mudah terganggu, dan merasa bahwa dia bisa menyelesaikan banyak jika dia bisa berhasil menemukan beberapa waktu luang. Self-inisiasi hampir mustahil baginya dan begitu ia berjalan dan di dalam hidupnya pada apa yang dia sebut nya "hum mendengung," berharap semua sementara ia harus menyanyi dan berteriak dan menyenangkan.

Kasus-kasus ini merupakan sejarah singkat dari tiga orang baru-baru ini terlihat dengan diagnosis Attention Defisit Disorder. Seperti banyak orang dengan masalah defisit perhatian, dewasa ini tinggal jauh dari kehidupan mereka bertanya-tanya apa yang salah dengan mereka, akhirnya menimpakan kegagalan mereka, seperti orang lain sering terjadi, untuk cacat dalam karakter atau kelemahan psikis batin. Hidup mereka terlihat berputar di sekitar krisis setelah krisis dan jarang mereka merasa benar-benar berhasil dalam usaha mereka.

Terlalu sering para profesional yang bekerja dengan orang dewasa secara eksplisit maupun implisit mendukung keyakinan orang dewasa bahwa masalah-nya berasal dari kurangnya motivasi. Hal ini terjadi terutama karena profesional tidak mengenali masalah sebagai salah satu perhatian. Melihat pola-pola perilaku dan masalah dari orang dewasa melalui lensa perhatian secara signifikan mengubah cara pandangan yang salah satu kelemahan mereka dan kelemahan. Selain itu, ia menawarkan kesempatan seorang profesional untuk membantu orang dewasa mengembangkan rasa harga diri sebagai orang produktif bisa berhubungan baik dengan orang lain.

Pengalaman kami menunjukkan bahwa masalah orang dewasa yang pada akhirnya didiagnosis memiliki defisit attentional dan yang mencari pengobatan dengan ahli terapi atau kelompok pendukung, cenderung merupakan hasil dari sejumlah tema umum yang sering mengganggu orang itu memasuki kehidupan. Mereka termasuk: kebutuhan orang dewasa untuk konflik dan kecenderungan untuk mengulang trauma, masalah dalam melakukan tindakan, bahaya bisa ditemukan di sukses, dan berbagai masalah interpersonal. Kami akan membahas secara singkat apa yang kita telah menemukan menjadi strategi thrapeutic paling efektif dalam mengaktifkan attentional dewasa dengan kesulitan untuk mendapatkan rasa harga diri, efektivitas pribadi, dan kesempatan untuk bernyanyi dan berteriak bukannya "membuat lakukan dalam mendengung dengung . "

Sumber:http://www.adhdnews.com/ratey.htm