Selasa, 27 April 2010

Beri Kesempatan Peserta Down Syndrome untuk Berprestasi

Written by Dwi Retno W
Tuesday, 25 November 2008
SURABAYA - Guna mencari bibit-bibit atlet potensial Surabaya untuk dapat berprestasi hingga di tingkat internasional, Pengkot Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Surabaya membuat sebuah terobosan dengan menambah satu nomor lomba khusus peserta dengan down syndrome yakni lompat jauh tanpa awalan.


“Sebenarnya untuk peserta dengan down syndrome ini sudah banyak cabang olahraga yang dipertandingkan di tingkat Internasional seperti Special Olympic Games, salah satunya adalah lompat jauh tanpa awalan,” kata Ketua Panitia Pelaksana Kejuaraan BPOC Piala KONI tahun 2008, Budi Haryono. “Namun untuk di wilayah Surabaya, ini adalah yang pertama kalinya.”

Dengan menambahkan nomor lompat jauh tanpa awalan di Piala KONI tahun 2008 ini, BPOC Surabaya berharap akan muncul bibit-bibit atlet potensial dengan kategori down syndrome, yang bisa membawa nama Indonesia di event-event Internasional termasuk Special Olympic Games. Budi menjelaskan bahwa hingga dibukanya kejuaraan Piala KONI 2008 hari ini, telah ada 25 atlet dengan kategori down syndrome yang ikut serta.

Pembukaan kejuaraan yang digelar pada 25 – 26 November 2008 ini dilaksanakan secara langsung oleh Pj. Ketua Umum KONI Surabaya, Heroe Poernomohadi di Aula YPAC Semolowaru Surabaya. Sebanyak 230 peserta dari 45 SLB dan Sekolah Pendidikan Khusus Autis se Surabaya turut meramaikan kejuaraan yang digelar di dua tempat yakni Lapangan KONI Jatim dan Aula YPAC ini. Nomor yang dipertandingkan meliputi lari 50 meter dan 100 meter, Tolak Peluru, Lempar Lembing, Lempar Cakram, Lompat Jauh, Lompat Jauh Tanpa Awalan (khusus peserta down syndrome), Tenis Meja, dan Catur.

Sumber:http://konisurabaya.org/web/index.php?

Penderita "down syndrome" di bawah asuhan ISDI.


Liputan6.com, Jakarta: Siapa bilang kekurangan fisik tidak bisa berprestasi? Anak-anak penderita down syndrome di bawah asuhan Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI) misalnya, justru memiliki segudang prestasi. Salah satu yang membanggakan adalah mereka membuat dua juta pin hasil karya sendiri untuk bangsa.

Penderita yang memiliki kelainan kromosom hingga menyebabkan keterbelakangan fisik dan mental itu juga piawai bermain musik. Mereka bahkan berani manggung di sebuah kafe untuk menunjukkan keahlian bernyanyi. Belum lagi lukisan nan indah hasil karya mereka.

Tak ada sokongan dana dari pemerintah membuat penderita down syndrome harus mandiri. Kreativitas anak-anak tersebut bermula dari saran Melly Kiong, seorang pemerhati anak. Mereka menjual pin dan hiasan kulkas seharga Rp 3.000 per buahnya. Semangat mereka seharusnya bisa menjadi cermin bagi kita.(YNI/YUS)

Sumber: http://berita.liputan6.com/sosbud/201003/266393/Bocah

Anak-anak Down Syndrome Tetap Berprestasi

Senin, 12 Apr '10 15:23
Tuhan menciptakan makhluknya dengan banyak kemampuan dan tentu dengan kekurangan.Sebagai manusia yang diberikan tubuh lengkap dan normal kita harus lebih bersyukur karena masih banyak anak-anak yang tidak seberuntung kita.seperti anak-anak down syndrome. Down syndrome adalah anak yang memiliki kelainan kromosom,Manusia normal memiliki 23 pasang kembaran kromosom, tetapi anak down syndrome salah satu kromososmnya, terutama kromosom 21 memiliki 3 kembaran. Berbeda dengan kromosom normal yang hanya memiliki 2 kembaran. Kesalahan penggandaan kromosom inilah yang menyebabkan munculnya kelambatan mental yang merupakan ciri utama penderita down syndrome.
Walau mereka memang mempunyai kelainan tapi anak-anak ini tidak pantang menyerah,mereka masih bisa menunjukan bakat mereka dan sampai ada juga yang bisa menjadi atlet renang,pegolf banyak juga yang bisa memainkan musik hal ini juga menunjukan kalau tuhan memang adil mereka yang memiliki kekurangan dapat melebihi orang normal. Michael Rosihan Yacub salah satu anak down syndrome yang menjadi atlet golf dan dia juga dicatat oleh Museum Rekor Indonesia (MURI).seperti yang pernah ditulis kompas.com senin (12/4/2010)” Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk pertama kalinya mencatatkan rekor untuk pegolf down syndrome satu-satunya di Asia. Prestasi menakjubkan tersebut dicapai oleh Michael Rosihan Yacub..”
Michael bisa dijadikan inspirasi khususnya bagi anak-anak yang normal dan mempunyai fisik bagus untuk bisa berprestasi,semua bisa kita lakukan kalau mau berusaha dan tidak kenal menyerah.semagat terus buat anak-anak down syndrome dan terus ukir presasi kalian buktikan kalau keurangan bisa menjadi kelebihan.

sumber: http://persma.com/baca/2010/04/12/anak-anak-down-syndrome-tetap-berprestasi.html

Cacat bukan Halangan untuk Berprestasi

HANYA ada dua kata yang tepat untuk mengomentari Lena Maria LUAR BIASA. Ya, gadis Swedia itu memang luar biasa. Terlahir dengan kondisi tubuh yang tak sempurna, tanpa tangan dan hanya satu kaki yang tumbuh normal, bukan halangan bagi Lena untuk menjadi perempuan mandiri, mengukir prestasi, dan menjadi inspirasi bagi orang lain.
Dengan segala ketaksempurnaan tubuhnya, Lena bukan saja bisa melakukan apa yang biasa dilakukan orang normal, mulai dari menyetir mobil, memasak, hingga menulis. Lena mampu mengukir prestasi di bidang olah raga, dengan memenangkan empat medali emas pada Kejuaraan Renang Eropa dan ikut kejuaraan Paralympic Games 1988 di Seoul, Korea Selatan, mewakili Swedia.
Tak hanya berprestasi di bidang olah raga (renang), gadis kelahiran Jonko-ping, Swedia, 1968 itu juga membuktikan dirinya sebagai manusia serba bisa. Ia bertalenta di bidang melukis, musik, dan menyanyi. Pada 1987, saat masih menjadi atlet renang andalan Swedia, Lena lolos seleksi masuk ke The Royal College of Music dan mendapat beasiswa dari Ratu Swedia. Oleh karena itulah, setelah lulus pada 1991, Lena pun harus memutuskan memilih antara menjadi atlet profesional atau menyanyi. Lena pun memilih menjadi
penyanyi.
Sejak saat itulah Lena melanglang buana, menggelar konser dan menyanyi di sejumlah negara. Karier kearti-sannya mencoreng. Di Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Thailand, nama Lena Maria begitu populer. Tak kurang dari seratus kali Lena tampil dalam satu tur konser di Asia dan Eropa, sejumlah stasiun televisi, radio, dan media. Penampilannya tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan motivasi dan inspirasi bagi siapa pun yang melihatnya.
Saat ini, pemilik nama lengkap Lena Maria Klingvall yang hanya bisa berjalan dengan kala palsu ini, adalah artis penyanyi profesional dan telah menghasilkan sedikitnya lima belas album. Lena juga fasih melantunkan lagu dari
beragam genre, mulai dari pop, jazz, gospel, hingga klasik. Acara-acara televisi yang mengangkat kisah hidupnya menuai sukses dan menarik simpati di banyak negara. Sejak 1990 Lena tergabung dalam the Mouth and Foot Pain-ting Artist Association.
Pada 1996 Lena Maria menulis salah satu buku berisi kisah nyata hidupnya dan diberi judul Foot Notes. Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam empat belas bahasa, termasuk Indonesia. Bukunya dinilai sangat inspiratif, menggugah, dan mendapat sambutan positif dari banyak pembaca di seluruh dunia. Lena juga telah menulis buku keduanya, Happy Days.
Kisah hidup, filosofi, dan prestasi Lena telah memberi inspirasi dan menyentuh hati jutaan manusia, termasuk para pemimpin dunia. Saat menggelar konser di Taiwan pada 2005, Presiden Taiwan, Ma Ying Ju, memberi penghargaan kepada Lena sebagai warga negara terhormat Honourary Citizen-
ship of Taiwan. Ma Ying Ju juga menyebut Lena sebagai sosok luar biasa dan menjadi kebanggaan masyarakat (extraordinary and pride to society).
Pada Januari 2008, Lena juga mendapat anugerah H.M. The Kings Medal dari raja Swedia, King Cari XVI Gustaf. Saat memberi anugerah itulah, Raja Gustaf mengucapkan, "For prominent accomplishment as an artist and ath-lete and as a model for people with disabilities in Sweden and abroad." Pada 2009, Lena telah turut berpidato di TED.com, di mana pembicara terkenal lain seperti Bill Gates dan Al Gore, menjadi bagian di dalamnya.
Semalam, bertempat di JITEC Mangga Dua Jakarta Barat, Lena pun tampil perdana di hadapan publik musik Indonesia. Konser perdana yang diberi tajuk The Very First" itu, bertujuan memberikan rasa semangat dan kepercayaan diri bagi anak-anak penyandang cacat di Indonesia.
Lena sendiri kepada para wartawan menyatakan senang berada di Indonesia. Ia mengaku, sangat menyukai masalah khas Indonesia, di antaranya ketoprak, sop buntut, sate, dan nasi goreng. "Masakan di Indonesia benar-bener cocok buat saya dan sangat luar biasa sekab, saya sangat menyukainya," kata Lena saat ditemui di Pisa Kafe Menteng, Jakarta Pusat, Senin

http://bataviase.co.id/detailberita-10422520.html

Anak Cacat Ikut UN




Keterbatasan fisik, ternyata tidak menghalangi seseorang meraih sukses dalam pendidikan khususnya dalam melaksanakan ujian nasional. Di Gresik Jawa Timur, seorang siswa cacat yang tidak memiliki sepasang tangan, mampu menggarap soal ujian dengan baik, menggunakan kedua kakinya yang mengecil.


Lahir dengan fisik terbatas, tak membuat Muhammad Amanatullah, putra bungsu 6 bersaudara pasangan Alianto dan Nasifah, warga Jalan Kartini Gang 16 Nomor 21 Kota Gresik ini, harus putus asa dan minder dalam beraktifitas sehari-hari.

Karena tangannya yang kecil dan tidak berjari, menyebabkan A’am terpaksa memanfaatkan mulut, leher dan jari-jari kakinya untuk ber-aktifitas. Bahkan, untuk menulis sekalipun, harus menggunakan jemari kakinya. namun, dengan keterbatasannya ini, siswa kelas 3 SLTP 4 Gresik ini justru mampu menuntut ilmu dengan baik.

Sepeda kecil roda tiga hasil modifikasi ayahnya, selalu menemani A’am berangkat ke sekolah, meski kadang-kadang harus di bantu teman sekelasnya agar tidak jatuh.

Dengan jemari kakinya yang kecil, anak yang bercita-cita menjadi pelukis handal ini, selalu lincah memainkan pensil, untuk menjawab satu persatu soal ujian nasional.

Untuk mengikuti Ujian Nasional, A’am mempersiapkan diri dengan baik melalui belajar intensif di rumah serta mengikuti bimbingan belajar siswa.

Hampir tak ada kendala dalam menempuh pendidikan, hanya saja, keterbatasan fisiknya kadang-kadang membutuhkan uluran tangan temannya agar bisa sampai ke ruang kelas. apalagi, ruang kelas untuk melaksanakan ujian kali ini berada di lantai 2.

“Persiapan ujian ini, saya banyak belajar di rumah dan mengikuti les dengan teman-teman”, ujar A’am. Menurut A’am, salah satu kendala mengikuti ujian adalah keberadaan ruang kelasnya yang ada di lantai 2. “Teman-teman saya baik hati, mereka membantu saya naik ke lantai 2” tambah A’am.

Sewaktu di bangku sekolah dasar, A’am bersekolah di sekolah dasar luar biasa. Namun, karena prestasinya yang mengagumkan, oleh pemerintah, A’am di terima di sekolah umum, untuk meningkatkan prestasinya.

Menurut pihak sekolah, prestasi pelajaran A’am tergolong baik dan nilainya selalu berada di atas rata-rata temannya. Meski demikian, pihak sekolah tidak memperlakukan A’am secara istimewa.

“Tidak ada perlakukan khusus pada A’am, semua berjalan sebagaimana biasa. Hanya saja, bangku A’am memang di buat secara khusus”. Ujar Djalil kepala sekolah SLTP 4 Gresik.

Satu hal yang tak pernah di lupakan A’am adalah saat di undang secara khusus oleh Kapolri Jendral Polisi Sutanto dalam acara peringatan hari Bhayangkara di Jakarta 4 tahun lalu. saat itu, A’am di minta memperagakan cara melukis dengan kaki. Dan satu lukisan A’am terjual seharga 2 juta rupiah.

Ada satu keinginan A’am yang hingga kini belum terwujud, yakni memiliki sepeda roda 3 bermesin, agar bisa beraktifitas secara praktis. Sebab, kedua kakinya tidak bisa mengayuh sepeda roda tiga yang digunakan sekarang ini. Apalagi, ayahnya yang hanya bekerja sebagai sopir truk, berpenghasilan pas-pasan.

http://www.berita86.com/2009/04/anak-cacat-berprestasi-garap-soal-unas.html

Reviera, Anak Down Syndrome Juara Renang Internasional


Senin, 27 Juli 2009

FRANS AGUNG

Revira Novitasari (15), penderita down syndrome, berhasil menyabet juara 3 kejuaraan renang internasional di Canberra Australia (26/7).
JAKARTA, KOMPAS.com - Tak pernah terbayang oleh Goieha (55), bahwa anaknya Reviera Novitasari (15) yang menderita down syndrome mendapat medali perunggu renang 100 meter gaya dada pada kejuaraan renang internasional di Canberra Australia, 11-13 April 2008.
"Saya tahu dia menderita down syndrome tak lama setelah bersalin. Waktu itu perasaan saya tidak karuan," aku Goieha pada Kompas.com.
Goieha ingat, sejak dilahirkan wajah anak keempatnya itu mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol. Untuk memastikan keadaan Reviera, dokter di R.S Manuela Jakarta menyarankan untuk memeriksakan darahnya di saat umurnya sudah enam bulan. "Saya sangat kaget dan sedih. Dokter memberikan gambaran terburuk, kalau anak down syndrome tidak bisa mandiri. Jangankan megang pensil, nyisir aja tidak bisa," ungkap isteri Tan Bun Hok (55) mengenang.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, kromosom Reviera berjumlah 47. Bayi normal dilahirkan dengan jumlah kromosom sebanyak 46 kromosom (23 pasang) yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Menurut penelitian para ahli, 95 persen penderita down syndrome memang disebabkan kelebihan kromosom 21.
Menurut Goieha, ia baru mulai bisa menerima Reviera, di saat anaknya yang kelahiran 30 Oktrober 1993 berumur tiga tahun. Saat itu, ia mulai menyekolahkannya di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dian Grahita Kemayoran Jakarta. "Beruntung saya bertemu dengan orangtua yang senasib. Saya semakin menerima keadaannya ketika bergabung di ISDI (Ikatan Sindroma Down Indonesia)," tutur Goieha, yang anak ketiganya telah meninggal.
Situasi baru dalam batin Goieha ini tampaknya memengaruhi pola relasinya dengan Reviera. Anak yang saat ini sudah menginjak kelas 2 SMP ini mampu mementahkan ramalan dokter. "Di luar dugaan Reviera bisa menulis dan membaca. Berhitung juga sudah bisa. Kemampuan renangnya pun menonjol dibanding anak cacat lain," papar Goieha.
Sadar akan bakat anak keempatnya itu, ia memfasilitasi Reviera dengan latihan renang seminggu dua kali di Club SOINA (Special Olympic Indonesia) Sunter Jakarta. "Sebelum mengikuti lomba di Australia, Reviera rutin ikut lomba Porcada tingkat DKI dari tahun 2005-2007. Banyak penghargaan yang telah ia terima," ucap Goieha.
Di tengah perbincangan, Reviera meminta minum. Tak lama kemudian, ada seseorang memberikan ia sebotol air mineral. "Thank You," kata Reviera dengan cukup jelas. Kontan kejadian itu membuat kaget beberapa orang yang ada di sekitar kami. Dengan cepat ia menghabiskan minumnya, tanpa kehilangan senyumnya. "Mam...lapar," lanjut Reviera, kali ini ucapannya agak sulit ditangkap.
Senyum yang ditampakkannya itu seolah ingin memberitahu kepada khalayak bahwa ia bahagia. Karena, ia baru saja mendapat penghargaan Kategori Anak Penyandang Cacat Berprestasi Internasional dari Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono. "Bahagia...bahagia," paparnya dengan senyum lebar.
Kehadiran Reviera semakin diterima dalam keluarga. Ronald dan Rodney, saudaranya, sangat menyayangi dan melindungi Reviera. "Dia sangat disayang, apalagi umurnya jauh, sama yang kedua aja bedanya 8 tahun," kata Goieha.
Prestasi demi prestasi yang diukir Reviera membuat Goieha terus bertekad melatih renang putrinya. "Saya harap bisa dikirim ke Special Olympic World Summer Game di Athenna tahun 2011," harap Goieha, yang disambut anggukan oleh Reviera.

Sumber: Kompas.com

Anak DS yang Berprestasi

Bagi saya, kemajuan yang diperoleh dari anak SD, sekecil apa pun adalah prestasi. Untuk anak-anak seperti ini, selain mandiri, bisa renang sudah suatu prestasi, bisa main keyboard dan drum, juga sangat berprestasi bagi saya.

Ada juga anak DS lain, seperti Michael mendapat medali perak cabang lari di Special Olympic Dublin Irlandia. Eko mendapat medali emas lompat jauh di ajang yang sama. Yuliwati juara 4 di Special Olympic Shanghai 2008. Stephanie meraih emas di Singapore Swimming Competition for Down Syndrome. Intan juara 1 menari se-SLB Jakarta dan juara 2 merangkai bunga Abylimpic Jakarta. Michael mendapat penghargaan bidang lukisan, Eko juga tapi dari Spanyol. Stephanie meraih rekor Muri piano 23 lagu nonstop, Michael meraih rekor Muri pegolf se-Asia/Indonesia, belum lagi perolehan di Porcada atau Pornas (kompetisi olahraga renang dan atletik untuk tunagrahita). Banyak sekali.

Sumber: http://www.buahaticerdas.com/index.php?o